;
Showing posts with label kisah. Show all posts
Showing posts with label kisah. Show all posts

Tuesday, 1 March 2016

Subhanallah Inilah Jawaban Jin Atas “Fabiayyi ‘Aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan” Membuat Rasulullah Kagum




Kalimat “Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan” (فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ) diulang sampai 31 kali dalam Surat Ar Rahman.

فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”Kalimat ini ditujukan kepada manusia dan jin sehingga menggunakan kata Rabbikuma (رَبِّكُمَا) yang artinya “Tuhan kamu berdua”. Menyadari ditujukan kepada mereka, setiap kali dibacakan ayat-ayat ini jin menjawab dengan jawaban yang membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kagum.Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah membacakan surat Ar Rahman di hadapan sahabat-sahabat beliau. Kemudian beliau bersabda:

مَالِيْ أَسْمَعُ الْجِنَّ أَحْسَنُ جَوَابًا لِرَبِّهَا مِنْكُمْ
“Mengapa aku mendengar jin lebih baik jawabannya kepada Tuhannya daripada kalian?”
Kemudian mereka bertanya, “Bagaimana jawabannya, wahai Rasulullah?” 
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lantas bersabda:

مَا أَتَيْتُ عَلَى قَوْلِ اللَّهِ تَعَلَى فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ اِلَّا قَالَتِ الْجِنُّ لَا بِشَيْءٍ مِنْ نِعَمِ رَبِّنَا نُكَذِّبُ
Tidak sekali-kali aku sampai pada firman-Nya, “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan” melainkan jin menjawab, “Tiada satu nikmat-Mu pun wahai Tuhan kami yang kami dustakan”

Inilah jawaban jin yang membuat Rasulullah kagum. Setiap kali dibacakan
فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”
Mereka menjawab
لَا بِشَيْءٍ مِنْ نِعَمِ رَبِّنَا نُكَذِّبُ
“Tiada satu nikmat-Mu pun wahai Tuhan kami yang kami dustakan”

Wallahu a’lam bish shawab.

Diuji Mertua Dengan Beberapa Pertanyaan, Seorang Istri Diceraikan Karena Salah Berikan Jawaban



Ini adalah kisah Nabi Ibrahim As dan menantunya atau istri dari Nabi Ismail As, yang bisa dijadikan pembelajaran bagi umat sekarang agar tidak banyak berkeluh kesah dengan manusia.

Cerita yang dikutip dari fanspage "1001 Kisah Teladan (Ambil Hikmahnya)" ini juga mengajarkan agar manusia jangan suka menceritakan aib keluarga, apalagi terhadap orang yang baru dikenal.
Kemudian, bersyukur kepada Allah serta bersyukur kepada manusia adalah akhlak yang terpuji dan termasuk sifat istrishalihah adalah bersyukur kepada Allah kemudian bersyukur kepada suami.

Penasaran dengan kisahnya, selamat membaca:

Dikisahkan Nabi Ibrahim AS berkunjung ke menantunya. Pada waktu itu, anaknya, Nabi Ismail AS tidak ada di rumah. Dan ternyata sang mantu belum pernah berjumpa dengan sang mertua

Nabi Ibrahim : Siapakah kamu ?
Menantu : Aku isteri Ismail.

Nabi Ibrahim : Di manakah suamimu, Ismail ?
Menantu : Dia pergi berburu.

Nabi Ibrahim : Bagaimanakah keadaan hidupmu sekeluarga ?
Menantu : (sambil mengeluh) Oh, kami semua dalam penderitaan dan tak bahagia

Nabi Ibrahim : Baiklah! Jika suamimu sudah kembali, tolong sampaikan salamku padanya. Dan katakan padanya, ‘tukar tiang pintu rumahnya’ (kiasan untuk menceraikan isterinya).
Menantu : Ya, baiklah.

Setelah Nabi Ismail pulang dari berburu, isterinya terus menceritakan tentang orang tua yang telah singgah di rumah mereka.

Nabi Ismail : Apa saja yang ditanya oleh orang tua itu ?
Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.

Nabi Ismail : Apa jawabanmu?
Isteri : Aku ceritakan kita ini orang yang susah. Hidup kita ini selalu dalam penderitaan dan tak bahagia.

Nabi Ismail : Apa dia ada pesan ?
Isteri : Ada. Dia titip salam padamu dan dia berpesan agar engkau menukarkan tiang pintu rumahmu.
Nabi Ismail : Sebenarnya dia itu ayahku. Dia menyuruh kita berpisah (bercerai). Maka, sekarang kembalilah kamu kepada keluargamu.

Ismail pun menceraikan isterinya yang suka mengeluh, tak bertimbang rasa serta tidak bersyukur kepada takdir Allah SWT.
Malah dia menceritakan rahasia rumah tangga kepada orang luar.

Kemudian Nabi Ismail AS menikah lagi.

Pada suatu ketika, Nabi Ibrahim AS datang lagi ke Makkah dengan tujuan kembali mengunjungi anak dan menantunya. Dan bisa ditebak, terjadilah pertemuan antara mertua dan menantu ‘barunya’ itu.

Nabi Ibrahim : Dimana suamimu ?
Menantu : Dia tidak ada dirumah. Dia sedang memburu.

Nabi Ibrahim : Bagaimana keadaan hidupmu sekeluarga ? Mudah-mudahan dalam kesenangan ?
Menantu : Alhamdulillah, kami semua dalam keadaan sehat sejahtera, tidak kurang suatu apa.

Nabi Ibrahim : Baguslah kalau begitu.
Menantu : Silakan duduk sebentar. Bolehkah saya hidangkan sedikit makanan.

Nabi Ibrahim : Apa pula yang ingin kamu hidangkan?
Menantu : Ada sedikit daging, tunggulah saya sediakan minuman dahulu.

Nabi Ibrahim : (Berdoa) Ya Allah! Ya Tuhanku! Berkatilah mereka dalam makan minum mereka. (Berdasarkan peristiwa ini, Rasulullah beranggapan keadaan mewah negeri Makkah adalah berkat doa Nabi Ibrahim).
Nabi Ibrahim : Baiklah, nanti apabila suamimu pulang, sampai kan salamku kepadanya.
Suruhlah dia menetapkan tiang pintu rumahnya (sebagai kiasan untuk meng-kekal-kan isteri Nabi Ismail).

Ketika Nabi Ismail pulang dari berburu, seperti biasa dia bertanya siapa datang yang datang mencarinya.

Nabi Ismail : Adakah yang datang ketika aku tiada di rumah?
Isteri : Ya, ada. Seorang tua yang baik rupanya dan perwatakannya sepertimu.

Nabi Ismail : Apa katanya?
Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita.

Nabi Ismail : Apa jawabanmu?
Isteri : Aku bilang padanya bahwa hidup kita dalam keadaan baik, tidak kurang suatu apa. Aku ajak juga dia makan dan minum.

Nabi Ismail : Apa dia ada pesan?
Isteri : Ada, dia berkirim salam buatmu dan menyuruh kamu menetapkan tiang pintu rumahmu.

Nabi Ismail : Oh, begitu. Sebenarnya dialah ayahku. Tiang pintu yang dimaksudkannya itu ialah dirimu yang dimintanya untuk aku kekalkan.
Isteri : Alhamdulillah, syukron.

Ismail hidup berbahagia dengan istrinya itu, ia mempunyai beberapa keturunan, dari keturunannya inilah lahir seorang Nabi penutup yaitu Nabi Muhammad SAW.

Monday, 29 February 2016

Dahulukan Jadwal Sholatmu Maka Allah Akan Atur Jadwal Hidupmu



Kisah penuh nasehat dengan ending yang mengejutkan, juga intropeksi.. Kenapa hidup kita berantakan? Jangan-jangan karena jadwal sholat kita yang juga berantakan..

Pada suatu hari di awal-awal saat memulai bisnis dulu, saya ketemu masalah seperti ini: saya janjian dengan 3 orang di Jakarta. Saat itu posisi saya di Jogja tanpa banyak kenalan di Jakarta dan cekak banget dananya.

Begini jadwalnya: Pak A janji ketemu hari Senin siang, Pak B hari Rabu pagi dan Bu C di hari Jumat sore. Jika saya mau gampang, saya harus berangkat naik kereta Minggu malam dan menginap di Jakarta 5 hari dan pulang Jumat malam.

Sayanya yang bingung: nginep dimana, biaya makannya dimana? Duh ribet, padahal janjiannya udah di-arrange lama dan posisi orang yang mau saya temui itu Boss-boss semua untuk penawaran kerjaan promosi.

Saya harus mengikuti jadwal mereka, saya tak kuasa menentukan jadwal karena saya yang butuh.
Pusinglah saya memikirkan jadwal yang mustahil itu. Sampai seminggu menjelang harinya, saya ketemu seorang teman, yang ilmu agamanya lumayan.

Karena belum menemukan solusi, saya pun curhat padanya. Teman saya mengangguk-angguk lalu bertanya, "Jadwal sholatmu gimana?"
"Jadwal sholat? Apa hubungannya?" saya keheranan.

"Sholat subuh jam berapa?" tanpa menjawab pertanyaan saya, dia meneruskan pertanyaannya.
" Errr... Jam setengah enam, jam enam. Sebangunnya lah.. Kenapa," jawab saya.
"Sholat dhuhur jam berapa?"
"Dhuhur? Jadwal sholat dhuhur ya jam 12 lah..." jawab saya.
"Bukan, jadwal sholat dhuhurmu jam berapa?" ia terus mendesak.
"Oooh, jam dua kadang setengah tiga biar langsung Asar. Eh, tapi apa hubungannya dengan masalahku tadi?" saya makin heran.

Temen saya tersenyum dan berkata, "Pantas jadwal hidupmu berantakan."
"Lhooo.. kok? Apa hubungannya?" saya tambah bingung.
"Kamu bener mau beresin masalahmu minggu depan ke Jakarta?" tanyanya lagi.
"Lha iya, makanya saya tadi cerita...," saya menyahut.
"Beresin dulu jadwal sholat wajibmu. Jangan terlambat sholat, jangan ditunda-tunda, klo bisa jamaah," jawabnya.

"Kok.. hubungannya apa?" saya makin penasaran.
"Kerjain aja dulu kalo mau. Enggak juga gak papa, yang punya masalah kan bukan aku...," jawabnya.
Saya pun pamit, jawabannya tak memuaskan hati saya. Joko sembung naik ojek, pikir saya. Gak nyambung, Jek.

Saya pun mencari cara lain sambil mengumpulkan uang saku buat berangkat yang emang mepet. Tapi sehari itu rasanya buntu, buntu banget.
Sampai saya berfikir, ok deh saya coba sarannya. Toh gak ada resiko apa-apa. Tapi ternyata beratnya minta ampun, sholat tepat waktu berat jika kita terbiasa malas-malasan, mengakhirkan pelaksanaannya. Tapi udahlah, tinggal enam hari ini.

Dua hari berjalan, tak terjadi apa-apa. Makin yakin saya bahwa saran teman saya itu tidak berguna.
Tapi pada hari ketiga, hp berdering. Dari asisten Pak A, "Mas, mohon maaf sebelumnya. Tapi Pak A belum bisa ketemu hari Senin besok. Ada rapat mendadak dengan direksi. Saya belum tahu kapan bisa ketemunya, nanti saya kabari lagi."

Di ujung telepon saya ternganga, bukannya jadwal saya makin teratur ini malah ada kemungkinan di-cancel. Makin jauh logika saya menemukan solusinya, tapi apa daya. Karena bingung, saya pun terus melanjutkan sholat saya sesuai jadwalnya.

Di hari berikutnya, hp saya berdering kembali. Dari sekretaris Pak B.
"Mas, semoga belum beli tiket ya? Pak B ternyata ada jadwal general check up Rabu depan jadinya gak bisa ketemu. Tadi Bapak nanya bisa nggak ketemu Jumat aja, jamnya ngikut Mas."

Yang ini saya bener-bener terkejut. Jumat? Kan bareng harinya ama Bu C? Saya pun menyahut, "O iya, tidak apa-apa Pak. Jumat pagi gitu, jam 9 bisa ya?"

Dari seberang sana dia menjawab, "OK Mas, nanti saya sampaikan."
Syeep, batin saya berteriak senang. Belum hilang rasa kaget saya, hp saya berbunyi lagi. Sebuah SMS masuk, bunyinya:

"Mas, Pak A minta ketemuannya hari Jumat setelah Jumatan. Jam 13.30. Diusahakan ya Mas, tidak lama kok. 1 jam cukup."

Saya makin heran! Tanpa campur tangan saya sama sekali, itu jadwal menyusun dirinya sendiri. Jadilah saya berangkat Kamis malam, ketemu 3 orang di hari Jumat dan Jumat malem bisa balik ke Jogja tanpa menginap!

Saya sujud sesujud-sujudnya. Keajaiban model begini takkan bisa didapatkan dari Seven Habits-nya Stephen Covey, tidak juga dari Eight Habbits. Hanya Allah yang kuasa mengatur segala sesuatu dari arsy-Nya sana.

Sampai saya meyakin satu hal yang sampai sekarang saya usahakan terus jalani: Dahulukan jadwal waktumu untuk Tuhan maka Tuhan akan mengatur jadwal hidupmu sebaik-baiknya.

Karena saya muslim, saya coba konfirmasikan ini ke beberapa teman non muslim dan mereka menyetujuinya.

Jika dalam hidup ini kita mengutamakan Tuhan, maka Tuhan akan menjaga betul hidup kita.
Tuhan itu mengikuti perlakuan kita kepadanya, makin disiplin kita menyambut-Nya, makin bereslah jadwal hidup kita.

Jadi, kunci sukses bisnis ke-3 yang saya bisa share ke teman-teman: Sholatlah tepat waktu, usahakan jamaah.

Jika mau lebih top, tambahin sholat sunnahnya: qobliyah, bakdiyah, tahajjud, dhuha, semampunya.
Silakan dipraktekkan, Insya Allah jadwal kehidupan kita (baik bisnis, keluarga maupun personal) akan nyaman dijalani.

Sampai hari ini, saya belum pernah berdoa lagi untuk menambah 24 jam sehari menjadi lebih banyak jamnya. 24 jam sehari itu sudah cukup, jika kita tak hanya mengandalkan logika untuk mengaturnya. Tak kemrungsung, tak buru-buru tapi tanggung jawab terjalani dengan baik.

Jika suatu hari saya menemukan jadwal saya kembali berantakan, banyak tabrakan waktunya atau tidak jelas karena menunggu konfirmasi terlalu lama: segera saya cek jadwal sholat saya.

Pasti disitulah masalahnya dan saya harus segera beresin sehingga jadwal saya akan teratur lagi sebaik-baiknya. Seperti teman-teman sekalian, istiqomah alias konsisten menjalankan ini tentu banyak godaannya.

Tapi kalo gak pake godaan, pasti semua orang akan sukses dong. Jadi emang mesti tough, kuat menjalaninya, jangan malas, jangan cengeng.

Sumber cerita: M. Arief Budiman

****

Apa yang disampaikan pak Arief Budiman, sesungguhnya pengamalan dari hadits Nabi:

Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”

[Hadits Sahih riwayat Imam Tirmidzi, Imam Ahmad]

Saturday, 27 February 2016

Kegelisahan Cecilia Tiap Malam Ingin Sholat Mengantarnya Bersyahadat




Cecilia. Gadis yang tiap malam gelisah. Sering dia terbangun ditengah malam dan berwudhu.. ingin sholat tapi dia takut sholat karena dia tak tau harus bagaimana caranya dan apakah diperbolehkan karena dia bukanlah orang Islam.

Jumat (28/8/2015) kemarin Cecilia mengikrarkan syahadat dibimbing Steven Indra Wibowo, mualaf mantan frather yang sekarang menjadi Ketum Mualaf Center Indonesia.

"Alhamdulillah, Jumnuah mubarak, alhamdulillah Cecilia baru saja bersyahadat, setelah melewati kegelisahan hati ingin sholat namun terbendung dengan belum syahadat dirinya," tutur Steven di laman facebooknya (28/8).

Steven bercerita proses keislaman Cecilia.

"Alhamdulillah tadi sekitar jam 22.00 di sekitaran Tebet, saya coba temui dan dengarkan kisahnya yang luar biasa ingin sholat, ingin pakai mukena, ingin gamis syar'i, ingin berhijjab dan terbentur karena dirinya belum bersyahadat, maka saya hanya menuntun dia bersyahadat dan semoga Allah memudahkan jalan dia dalam ber Islam, dan menjaga agar dia istiqomah."

"Tidak ada alasan lain dari dia untuk ber Islam melainkan dorongan yang kuat untuk melaksanakan sholat dan membaca Quran, seringnya dia terbangun ditengah malam dan berwudhu namun takut sholat karena dia gak tau harus bagaimana caranya dan apakah diperbolehkan karena dia belum Muslimmah, keinginan dia menjalankan shaum dan dia akhirnya menjalankan puasa fisik senin kamis mengikuti kebiasaan umat muslim," tutur Seteven.

Hari Jumat kemarin, tak hanya Cecilia yang kembali ke fitrah Islamnya, namun ada juga warga Inggris yang juga masuk Islam.

"Benar benar mualaf luar biasa hari ini, yang siang tadi badha jumatan orang jauh dari Inggris yang tertarik Islam darinmendengarkan nyanyian merdu dan ternyata itu adalah adzan. Lalu sekarang (malamnya) orang yang pengen banget sholat, baca Quran, pake hijjab dan puasa namun terbentur karena belum syahadat dan tadi dia menangis senang karena akhirnya dia bisa sholat dengan rutin dan membaca Quran, ini adalah kesenangan buat dia."

"Terima kasih ya Allah kau ijinkan hamba menerima banyak pelajaran berharga hari ini," ujar Setevn.

"Semoga share ini bermanfaat," tutupnya.

Menabung Untuk Lamar Gadis Pujaan,Ga Taunya Pacar Diembat Teman Sendiri !



Cinta memang bisa mengubah seseorang untuk menjadi lebih baik atau bahkan terpuruk sekalipun saat cinta itu dipatahkan secara sepihak. Kedua hal itulah yang pernah dialami oleh Tisna Ramdany (25), seorang lelaki asli Bandung yang sudah berjuang keras demi wanita yang dicintainya.

Cerita berawal dari karir Tisna di sebuah perusahaan pada tahun 2011. Pekerjaan yang dikerjakan secara asal-asalan dan urakan membuatnya hampir dipecat oleh tempatnya bekerja. Namun semuanya berubah saat Tisna bertemu dengan Irma yang juga bekerja di tempat yang sama dengannya.

"Irma itu alim, saya ingin kenal lebih dekat dengannya. Saya ingin serius sama dia. Suatu saat seorang teman saya berkata kalau saya ingin serius sama Irma saya harus memperbaiki kinerja saya dan mengubah kelakuan buruk saya," ujar Tisna kepada brilio.net melalui layanan story telling bebas pulsa di nomor 0-800-1-555-999, Rabu (24/2)

Sejak saat itulah Tisna berubah menjadi lelaki yang lebih baik. Dalam dua tahun Tisna berhasil menjadi karyawan teladan bahkan diangkat menjadi mandor. Niat Tisna untuk mempersunting Irma pun semakin besar, mereka memang tidak mau pacaran dan cukup mengenal saja.

"Waktu itu saya berusaha kumpulkan uang Rp 20 juta untuk modal menikahi Irma. Saya memang nggak mau membebani orang tua. Sampai pada uang saya sudah mencapai Rp 17 juta saya pun kaget mendengar berita dari teman saya," lanjutnya

Salah satu teman Tisna memberitahu bahwa teman kerja mereka yang lainnya akan menikah. Tisna tentu ikut bahagia mendengar salah seorang temannya akan menikah. Namun yang tidak dia sangka adalah calon mempelai wanitanya adalah Irma.

"Saya tentu kaget setengah mati, saya tanya Irma kenapa dia menerima pinangan lelaki tersebut, ternyata bagi dia siapa yang duluan melamar ya itu yang dia terima," kenang Tisna.

Saat itulah hati Tisna hancur, dia bahkan memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya karena tidak kuat harus bertatap muka dengan Irma dan suaminya setiap hari. Semua sakit hatinya tersebut harus ditambah dengan masalah keluarga yang harus dihadapinya. Mulai dari utang keluarga hingga biaya pernikahan adik perempuannya harus dia tanggung. Tabungannya yang semakin menipis tersebut pun membuatnya harus terjerat oleh rentenir.

"Waktu itu motor saya kemudian diambil dan dijual oleh si rentenir, setelah itu uang sisanya baru dikembalikan kepada saya. Ditambah lagi orang tua saya sakit-sakitan. Tabungan pun semakin habis untuk berobat. Saya merasa hidup saya sudah hancur bahkan pernah kepikiran untuk bunuh diri," kata lelaki asli Bandung Barat tersebut.

Saat ini Tisna merasa semangatnya sudah pudar, sudah dua tahun belum move on dari Irma dan juga saat ini Tisna masih belum bekerja. Dirinya mengaku sudah tidak bersemangat untuk menjalani hidup karena tidak memiliki tujuan hidup.

"Dari dulu setiap saya bekerja, hasilnya pasti untuk keluarga. Kadang saya juga berpikir kapan saya punya waktu untuk menyenangkan diri sendiri. Tapi saya nggak boleh terpuruk selamanya, saya harus bangkit demi masa depan," pungkasnya.

Wednesday, 24 February 2016

Istrimu Pendamping Hidupmu Bukan Pembantumu, Istrimu Tulang Rusukmu Bukan Tulang Punggungmu


Di Subuh yang dingin...ku dapati Ibu sudah sibuk memasak di dapur.

"Ibu masak apa? Bisa ku bantu?"

"Ini masak gurame goreng. Sama sambal tomat kesukaan Bapak" sahutnya.

"Alhamdulillah.. mantab pasti.. Eh Bu.. calon istriku kayaknya dia tidak bisa masak loh..."

"Iya terus kenapa..?" Sahut Ibu.

"Ya tidak kenapa-kenapa sih Bu.. hanya cerita saja, biar Ibu tak kecewa, hehehe"

"Apa kamu pikir bahwa memasak, mencuci, menyapu, mengurus rumah dan lain lain itu kewajiban Wanita?"

Aku menatap Ibu dengan tak paham.

Lalu beliau melanjutkan, "Ketahuilah Nak, itu semua adalah kewajiban Lelaki. Kewajiban kamu nanti kalau sudah beristri." katanya sambil menyentil hidungku.

"Lho, bukankah Ibu setiap hari melakukannya?"

"Kewajiban Istri adalah taat dan mencari ridho Suami." kata Ibu.

"Karena Bapakmu mungkin tidak bisa mengurusi rumah, maka Ibu bantu mengurusi semuanya. Bukan atas nama kewajiban, tetapi sebagai wujud cinta dan juga wujud Istri yang mencari ridho Suaminya"

Saya makin bingung Bu.

"Baik, anandaku sayang. Ini ilmu buat kamu yang mau menikah."

Beliau berbalik menatap mataku.

"Menurutmu, pengertian nafkah itu seperti apa? Bukankah kewajiban Lelaki untuk menafkahi Istri? Baik itu sandang, pangan, dan papan?" tanya Ibu.

"Iya tentu saja Bu.."

"Pakaian yang bersih adalah nafkah. Sehingga mencuci adalah kewajiban Suami. Makanan adalah nafkah. Maka kalau masih berupa beras, itu masih setengah nafkah. Karena belum bisa di makan. Sehingga memasak adalah kewajiban Suami. Lalu menyiapkan rumah tinggal adalah kewajiban Suami. Sehingga kebersihan rumah adalah kewajiban Suami."

Mataku membelalak mendengar uraian Bundaku yang cerdas dan kebanggaanku ini.

"Waaaaah.. sampai segitunya bu..? Lalu jika itu semua kewajiban Suami. Kenapa Ibu tetap melakukan itu semuanya tanpa menuntut Bapak sekalipun?"

"Karena Ibu juga seorang Istri yang mencari ridho dari Suaminya. Ibu juga mencari pahala agar selamat di akhirat sana. Karena Ibu mencintai Ayahmu, mana mungkin Ibu tega menyuruh Ayahmu melakukan semuanya. Jika Ayahmu berpunya mungkin pembantu bisa jadi solusi. Tapi jika belum ada, ini adalah ladang pahala untuk Ibu."

Aku hanya diam terpesona

"Pernah dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu kepada Ayahandanya, Nabi, karena tangannya lebam menumbuk tepung? Tapi Nabi tidak memberinya. Atau pernah dengar juga saat Umar bin Khatab diomeli Istrinya? Umar diam saja karena beliau tahu betul bahwa wanita kecintaannya sudah melakukan tugas macam-macam yang sebenarnya itu bukanlah tugas si Istri."

"Iya Buu..."

Aku mulai paham,
"Jadi Laki-Laki selama ini salah sangka ya Bu, seharusnya setiap Lelaki berterimakasih pada Istrinya. Lebih sayang dan lebih menghormati jerih payah Istri."

Ibuku tersenyum.

"Eh. Pertanyaanku lagi Bu, kenapa Ibu tetap mau melakukan semuanya padahal itu bukan kewajiban Ibu?"

"Menikah bukan hanya soal menuntut hak kita, Nak. Istri menuntut Suami, atau sebaliknya. Tapi banyak hal lain. Menurunkan ego. Menjaga keharmonisan. Mau sama mengalah. Kerja sama. Kasih sayang. Cinta. Dan Persahabatan. Menikah itu perlombaan untuk berusaha melakukan yang terbaik satu sama lain. Yang Wanita sebaik mungkin membantu Suaminya. Yang Lelaki sebaik mungkin membantu Istrinya. Toh impiannya rumah tangga sampai Surga"

"MasyaAllah.... eeh kalo calon istriku tahu hal ini lalu dia jadi malas ngapa-ngapain, gimana Bu?"

"Wanita beragama yang baik tentu tahu bahwa ia harus mencari keridhoan Suaminya. Sehingga tidak mungkin setega itu. Sedang Lelaki beragama yang baik tentu juga tahu bahwa Istrinya telah banyak membantu. Sehingga tidak ada cara lain selain lebih mencintainya."

Subhanallah...

Semoga yang mengucapkan 'Aamiin' diberikan jodoh yang baik oleh Allah SWT, sehingga mampu membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah, serta kelak dimasukkan ke dalam surga yang terindah. Aamiin..

Sunday, 21 February 2016

Wahai Suami Sudahkah Anda Melakukan Kewajiban ini kepada istri anda ?


Mengajarinya nilai-nilai islam dan memberinya semangat. Tanggung jawab Anda sebagai suami yang lainnya adalah Anda berkewajiban memberi pelajaran kepada istri Anda didalam hal-hal yang mencakup dasar-dasar Islam, tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri, membaca dan menulis bahasa Arab, serta hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan wanita.

Anda juga harus mendorong dan mendukungnya untuk menghadiri majelis ta’lim, serta membelikannya buku-buku dan majalah Islam, kaset-kaset, CD dan VCD yang memuat ceramah dan pelajaran Islam, guna melengkapi perpustakaan pribadi dirumah Anda. 

Ikuti terus perkembangannya dengan evaluasi yang rutin dan terus menerus, serta berilah nasehat dan spirit jika istri Anda mulai kendor semangat belajarnya.

Saturday, 20 February 2016

Kisah Nyata Perjalanan Hidup Seorang Istri yang Tidak Bisa Memberikan Keturunan


Kisah Nyata 'Perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya'

Cinta itu butuh kesabaran… Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita??? Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita.. Aku menjadi perempuan yg paling bahagia….. Pernikahan kami sederhana namun meriah….. Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.

Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula. Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya. Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu..

Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci…. Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku. Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.

~~~

Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami. Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya. Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku… Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA. Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku… Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka…

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu. Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.

Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku. Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya. Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, “Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salam ku.

Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup. Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya. Lalu.. Ibu nya berbicara denganku … “Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan. Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang saja, ada kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ” Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya.

Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata. Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

~~~

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain. Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu. 

Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?” 
Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang” 
Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memegang tiket bukan?”
“Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku”, jawabnya tegas. 
“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?“, tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas. ”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.

Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku. Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami. Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya. Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi. Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya. Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya pada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.

~~~

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang. Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit.

Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.

Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi.. Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku. Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..

Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku.. Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya.

Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung… Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk. Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms. Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”. Hanya itu saja yang diinfokannya.

Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah. Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.

Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami. Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya.. Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku.. Aku hanya berpikir, mungkin dia capek.

Aku pun segera merapikan bawaan nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta. Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.

~~~

Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi. Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?

Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, “Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung terputus.

Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku. Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras.

Suamiku telah berubah. Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang. Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan prilakunya.

~~~

Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan. Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan.

Penyakitku pun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir. Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku. “Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Ayah”.

“Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas. “Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan. Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami. Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!”

Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi. Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es.

Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa. Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..

~~~

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini.. Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya. Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir

Tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda. Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.

Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan. “Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.

”Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh tanya.. Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!“. Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?

“Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur, dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya. “Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu. Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu. Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?“

MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku.. Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini. “Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.

Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas. ”Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami.” Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi.

Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka. Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?”

Suamiku menjawab, ”Dia Desi!” Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?.” Ayah mertuaku menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi.”

”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar. Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur.

Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku.. Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?

Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, “Sudah tidak cantikkah aku ini?“ Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu. Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, “Terima kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya kan?.”

Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo. Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, “sudah malam, kita istirahat yuk!“

“Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang. Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku. Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu.

~~~

Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku. Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku save di mydocument yang bertitle “Aku Mencintaimu Suamiku.”

Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku. “Apakah kamu sudah siap?”

Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata : “Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..”, perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menangis meledak.

Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda?” Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar… “Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar. Dia mengangguk dan berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.

Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita liat saja nanti ya!”. Dia memelukku dan berkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama”. Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, “Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah?

Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah”.

Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis. Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, ”bunda baik-baik saja kan?” tanyanya dengan penuh khawatir.

Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang“. Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.

~~~

Setelah tiba di masjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku. Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, “Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan kondisiku. Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut.

Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya… aku kuat. Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini? Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang di musuhi.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana. Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat.

Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget. “Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail.

Setelah sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku” Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat.

Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..

Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?” Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan. Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?”

”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu. Lalu suamiku berkata, ”Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda..

Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”).

Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda”

Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini. Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.“

Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga. Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.

~~~

Keesokan harinya… Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit.. Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku.. Aku merasakan tanganku basah.. Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta maaf…” Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku? Aku berkata dengan suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah..”

“Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah.” Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.

Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil. Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku.. Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka.. Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah. Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.

Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu, ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma? Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya.”

~~~

Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku. ===================================================== Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku? Aku dihina oleh mereka ayah. Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu? Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya.

Sangat terlihat Ayah.. Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah? Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah..

Aku diusir dari rumah sakit. Aku tak boleh merawat suamiku. Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku. Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku. Aku sangat marah.. Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan ibunya.. Aku tak mau sakit hati lagi. Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku.. Engkau Maha Adil.. Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..

Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku.. Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu.. Aku kuat ayah dalam kesakitan ini.. Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku.. Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..

Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu. Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui. Tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri. Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu. Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku? Ayah.. aku masih tak rela. Tapi aku harus ikhlas menerimanya.

Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya. Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku. Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir. Sebelum ajal ini menjemputku. Ayah.. aku kangen ayah.. =====================================================

Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda.. Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini. Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.

Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur. Bunda akan selalu hidup dihati ayah. Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah.. Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.

Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu.. Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus.

Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda.. Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui. Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku.. Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang.

Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka. Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja. Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana? Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana? Tunggulah Ayah disana Bunda.. Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..

Ayah Sayang Bunda

Friday, 19 February 2016

Keunikan Orang-Orang Bergolongan Darah B


1. Orang bergolongan darah B itu makhluk pengagum kebebasan.
Pada intinya, semua manusia di muka bumi ini sukai pada yang namanya kebebasan. Cuma saja, beberapa yang memiliki darah beraglutinogen B ini sukai pada kebebasan dengan kandungan yang semakin besar dari pada umumnya orang. Kebebasan itu, dapat disebut, seperti napas untuk beberapa tipe B.

Penegakkan ketentuan dan supervisi yang sangat ketat bakal buat si tipe B terasa gerah dan tertekan. Dan setelah itu, mereka akan tidak segan-segan memberontak. Cobalah cermati, deh, beberapa orang bergolongan darah B itu beberapa kelompok yang seringkali tidak mematuhi ketentuan dengan santainya. Dalam soal percintaan juga, tipe B tidak sukai jika pasangannya sangat mengekang mereka.

Jadi, anda mesti ingat jika beberapa type B ini memerlukan ruangan gerak yang luas untuk mengekspresikan diri mereka. Ketentuan memanglah senantiasa mesti ada, namun jangan sampai pernah anda merampas kebebasan si type B ini, ya.

" Kebebasan itu seperti napas untuk beberapa tipe B. "

2. Untuk persoalan ngomong ceplas-ceplos, grup darah B itu rajanya.
Style bicara yang begitu jujur tak ada tedeng aling-aling ini memanglah ciri yang seringkali menghadirkan banyak masalah untuk beberapa orang bergolongan darah B.

Mungkin saja saja saja lantaran mekanisme otak mereka yang demikian cepat hingga apa pun yang terbersit di fikiran mereka selekasnya ditranslasi ke bentuk kalimat, dan selekasnya meluncur keluar dari mulut beberapa tipe B ini. Terlebih, jika mereka tengah geram, beberapa type B seakan seperti “Api berkobar yang siap melahap segalanya”.

Apa pun yang mengganjal di hati mereka bakal selekasnya mereka berikanlah tak ada difiltrasi lebih dulu. Mengakibatkan, kerapkali orang lain jadi sakit hati mendengar pengucapan beberapa type B ini. Namun yakinlah, beberapa type B tak sungguh-sungguh punyai maksud menyakiti hati kalian. Jadi, jangan pernah sangat di ambil hati, ya.

Sesudah emosi mereka reda, beberapa tipe B bakal kembali seperti umum, seakan tak jalan apa-apa. Bahkan juga, kesempatan mereka juga telah lupa apa penyebabnya mereka geram seperti itu.

" Beberapa type B tak sungguh-sungguh punyai maksud menyakiti hati orang lain. "

3. Mereka yaitu beberapa orang yang sederhana, praktis, dan enjoy.
Orang bertipe group darah B memiliki fase hidup yang enjoy. Mereka tidaklah tipikal orang yang kerjakan hidup dengan terburu-buru dan penuh dengan inspirasi. Mereka hidup pada hari ini dan fikirkan apa yang tengah jalan sekarang ini. Sekianlah langkah mereka kerjakan hidup.

Beberapa tipe B ini dapat tidak gemari disuatu hal yang repot. Sederhana dan praktis. Itu sistem mereka fikirkan. Jadi, jangan pernah mengajak beberapa tipe B untuk mengulas satu hal yang sangat kompleks, tidak praktikal, dan mengawang-ngawang. Dapat ditanggung mereka akan tidak mendengarkanmu sepenuh hati.

4. Style pakai pakaian casual yaitu ciri khas mereka.
Tanda-tanda sederhana serta praktis bebrapa grup darah B juga tercermin melalui langkah mereka pakai pakaian : casual. Tidak heran jika gabungan T-shirt, jeans, dan sneakers jadi pilihan kostum paling utama mereka sehari-harinya. Untuk baju kerja juga, beberapa tipe B juga sebisa-bisanya memakai baju semi-formal yang senantiasa memiliki nuansa casual.

Baju-pakaian yang tawarkan kenyamanan pastinya jadi preferensi mereka. Namun, tidaklah bermakna beberapa type B tidak mempunyai taste of fashion, lho. Meskipun genre-nya casual, beberapa tipe B senantiasa dapat memadupadankan baju supaya senantiasa tampak modis dan tampak keren.

5. Meskipun tampak cuek dan dingin, beberapa tipe B ini sebenarnya yakni pribadi yang sensitif dan hangat.
Beberapa type B itu makhluk yang mandiri dan individualis. Mangkanya, ciri-ciri mereka juga tampak cuek dan dingin. Mereka tidak sangsi untuk berkata “tidak” di waktu orang lain menyampaikan “ya”. Saat tak ada relasi yang dapat di ajak pergi, beberapa tipe B bakal senantiasa pergi sendiri. Alih-alih terasa sedih dan kesepian, mereka senantiasa bisa nikmati kesendirian mereka.

Namun, meskipun dari luar beberapa type B tampak cuek serta dingin, sebenarnya mereka yaitu pribadi yang peka serta hangat. Cuma saja, beberapa tipe B kurang pintar menunjukkannya. Umumnya, mereka akan tampak canggung saat berupaya untuk tunjukkan segi romantis yang mereka memiliki.

Jadi, jangan pernah salah pengertian dengan apa yang anda saksikan dari luar, ya. Ketahui lebih dalam dahulu si tipe B ini, baru anda bakal tahu seperti apa pribadi mereka yang sebenarnya.

Tuesday, 16 February 2016

Sebarkanlah Salam Niscaya Kalian Saling Menyayangi


Bagi sesama muslim di anjurkan menyebarkan salam. Anjuran ini bukan sekedar untuk menyapa, tapi mengandung keutamaan yang besar. Suatu ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw., "Apakah amalan terbaik dalam islam?" Rasulullah saw. menjawab, "Berilah makan orang-orang dan tebarkan lah ucapan salam satu sama lain, baik kamu saling mengenal ataupun tidak."

Rasulullah saw. setiap bertemu sahabat senantiasa mengucapkan salam: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh (semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu diiringi dengan rahmat dan juga barakah dari Allah untukmu). Bahkan, ketika bertemu dengan anak-anak kecil beliau mengucapkan salam kepada mereka.

Teladan Rasulullah ini diikuti para sahabat. Mereka gemar menebarkan salam kepada kaum muslimin, baik yang mereka kenal maupun tidak,meski saat berada dipasar. Suatu hari Thaufail bin Ubay bin Ka'b r.a., lalu dia mengajak Thufail ke pasar. "Apa yang kamu lakukan di pasar nanti? Aku yakin, kamu tidak akan membeli sesuatu, dan tidak akan duduk-duduk saja di pasar? Lebih baik disini saja kita berbincang-bincang," ujar Thaufail.
Abdullah menjawab, "Wahai Abu Bathan (panggilan Thufail), kita pergi kepasar untuk menyebarluaskan salam. Kita ucapkan salam kepada siapa saja yang kita jumpai di pasar."

Ibnu Arabi al-Maliki dalam Ahkamul Qur'an berpendapat, "Tahukah kamu arti salam? Orang yang mengucapkan salam itu memberikan pernyataan bahwa kamu tidak terancam dan aman sepenuhnya dari diriku. Ketika seseorang mengatakan salam hakikatnya ia berharap, semoga anda sejahtera.Anda akan selamat dari gangguan dan perlakuan buruk saya dan akan menghormati hak hidup, kehormatan, dan harga diri anda."

Islam adalah agama damai, rahmat bagi semesta alam. itu artinya Islam selalu membawa ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan bukan hanya bagi pemeluknya tetapi juga penganut agama lain. Rasulullah saw. menganjurkan kita untuk menyebarkan salam sebagai simbol bahwa Islam itu menyejukkan siapa saja, mendamaikan jiwa siapa saja tanpa pandang bulu.

Salam saja menjadi doa antar sesama muslim agar mereka selamat dan sejahtera. Itikad saling mendoakan dalam bentuk salam ini pada akhirnya akan melahirkan kasih sayang, menumbuhkan cinta, dan menguatkan persaudaraan. Itulah salah satu jalan menuju surga, sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi? sebarkanlah salam di antara kalian." (HR Muslim).

Sumber : 99 Resep Hidup Rasulullah SAW Oleh Abdillah F.Hasan

Pesan Untuk Laki-Laki, Lakukan Hal Ini Ketika Orangtua Anda Meninggal


Saat bunda dan ayah kita meninggal, turunlah dalam liang kubur dan sambutlah mayat beliau, buka papan penutup keranda (tempat usungan mayat), angkat mayat Ibu Ayah kita.

Biarkan kita yang memutarkan mayat Ibu Ayah kita menghadap ke kiblat.

Kita yang melakukan!!! Bukan hanya menyaksikan saja orang lain yang melakukan.

Allahu Robbi... " Ibu.. Terakhir hari ini aku menonton Ibu". Biarkan kita yang merelai ikatan di kepala dan di tubuh beliau..

Pegang perlahan-lahan badan Ibu kita, arahkan beliau dengan baik-baik, ambil gumpalan tanah dan letakanlah di belakang tengkok Ibu kita.

"Ibu, terbaru kali inilah aku menonton engkau".

Terlintas dalam hati kita sambil memegang Ibu kita...

Ingat semenjak kita bayi, tangan Ibu kita ini yang mensuapi makanan ke verbal kita.

Ingat hari pertama kita dapat berjalan, muntah, berak, beliau lah orang yang tidak sempat sedikit pun untuk menolak.

Sebagaimana pun jahatnya anak kepada beliau, kita tetap anak beliau dan rutin terima sebagai anak beliau.

Naiklah ke atas dan duduklah di tepi makam beliau dan dengarkanlah "Talqin" yang di sampaikan teruntuk Ibu kita.

Hari terbaru ini lihatlah, tidak ada benda apapun yang dapat kita berbagi untuk bekal beliau kecuali hanya Doa:

"Ya Allah.. Aku angkat tanganku Ya Allah.. Aku ridho Kau ambil Ibu ku Ya Allah..

Dia yang melahirkan aku.. Ya Allah hari ini aku tinggal dirinya Ya Allah, aku serahkan dirinya atas urusan Mu belaka Ya Allah.

Aku tadahkan tanganku Ya Allah.. Aku memohon dengan sangat-sangat Kau ampunkan dosa-dosa Ibu ku, tolong Ya

Allah.. Kasihani Ibu ku Ya Allah.. Aku merupakan yang akan terjadi didikan dari dia. Ya Allah sayangi dirinya Ya Allah.

Maka akan beruntunglah Ibu kita, apakah Allah akan menolak doa itu? Allah tidak akan menolak doa tulus yang datang dari seorang anak.

Pesan ini bagi sahabat-sahabat yang selama Ibu Ayah tetap hidup.

Dan Bagi sahabat-sahabat yang Ibu Ayah sudah tiada, mari kita bersama-sama sedekahkan Al-Fatihah buat mereka. (Facebook Ustadz Yusuf Mansyur)

Thursday, 11 February 2016

Sebuah Kisah Nyata Menguras Air Mata: Jangan Marah Berkepanjangan


Sebuah salah pengertian yang mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga. Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat.
Membawa ibu untuk tinggal bersama menghabiskan masa tua nya bersama kami, malah telah mengkhianati ikrar cinta yg kami buat selama ini.
Setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput ibu untuk tinggal bersama kami.

Sejak kecil, suami saya kehilangan ayahnya, dialah satu-satunya harapan ibu, ibu pula yang membesarkannya dan menyekolahkannya hingga tamat kuliah. Saya terus mengangguk cerminan tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar untuk ibu yang menghadap taman agar dia dapat berjemur, mananam bunga dan sebagainya. Suamiku berdiri di depan kamar yg sangat kaya dengan sinar matahari, tidak sepatah katapun yg terucap, tiba-tiba dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan film India dan berkata : "Mari kita menjemput ibu di kampung".

Suamiku berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yang bidang. Ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti cerminan sebuah boneka kecil yang kapan saja bisa diangkat dan dimasukkan kedalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi di atas kepalanya lalu diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.

Kebiasaan ibu di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya ibu tidak tahan lagi dan berkata kepada suamiku : "Istri kamu hidup foya-foya. Buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan".

Aku menjelaskannya kepada ibu : "Bu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira." Ibu selalu mendumel, suamiku berkata sambil tertawa : "Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga."

Ibu tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu. Setiap mendengar jawabanku, dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu bertanya berapa harganya, ini berapa, itu berapa. Setiap aku menjawab, dia selalu berdecak dengan cerminan suara keras. Suamiku memencet hidungku sambil berkata, "Sayangku, kan kamu bisa berbohong . Jangan katakan harga sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan rumah tanggaku mulai terusik.




Ibu sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan paginya sendiri, dimata ibu seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan. Di meja makan, wajah ibu selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Ibu selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti garpu dengan sendok, itulah cara dia protes.

Aku adalah instruktur tari, seharian terus menari membuat tubuhku sangat letih. Aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi saat musim dingin. Ibu kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku malah makin repot. Misalnya: dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa dijual katanya. Jadilah rumahku seperti cerminan tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.

Kebiasaan ibu mencuci piring bekas makan tidak menggunakan sabun cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur. Suatu hari, ibu mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya. Dan dia segera membanting pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah, malam itu dia seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah. "Apa salahku?" Dia melotot dan berkata :"Kenapa kamu tidak biarkan saja? Apakah memakan dengan piring itu bisa membuat mu mati?"

Aku dan ibu tidak bertegur sapa untuk waktu yang cukup lama, suasana menjadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa. Ibu tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya. Suatu kebahagiaan terpancar diwajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dan dengan sinar mata yang seakan mencemoohku sewaktu melihat kepadaku, seakan berkata dimana tanggung jawab mu sebagai isteri?
Demi menjaga suasana pagi hari agar tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat bekerja.

Saat tidur, suami berkata: "Apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan dirumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata: "Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi." Aku mengiyakan dan kembali ke meja makan yang serba canggung itu.

Pagi itu, nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yang sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi. sampai disana, aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yang tajam, diluar sana, terdengar suara tangisan ibu dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian! Pertama kali perkawinan ku, aku bertengkar hebat dengan suamiku. Ibu melihat kami dengan mata memerah dan berjalan menjauh. Suamiku segera mengejarnya keluar rumah.

Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan ibu ke rumah, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan napsu makan ditambah lagi dengan suasana rumah yang kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata, "Sebaiknya kamu periksa ke dokter." Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira terselip juga dikesedihan. Mengapa suami dan ibu sebagai orang yang berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?

Dipintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku. 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis. Muka kusut cerminan kurang tidur, aku ingin segera berlalu tapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya. Dia melihat ke arah ku tetapi seakan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin meberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi mimpiku tidak menjadi kenyataan. didalam taksi air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalahpahaman ini berakibat sangat buruk?

Sampai dirumah aku berbaring diranjang memikirkan peristiwa tadi. Memikirkan sinar matanya yang penuh dengan cerminan kebencian. Tengah malam, aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihat dia dengan wajah berlinang air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku menatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku lalu berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan untuk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yang sangat picik, dalam saat begini dia masih membedakan antara uang dan cinta. Aku tersenyum sambil menitikkan air mata.

Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencari kekantornya. Dikantornya aku bertemu dengan sekretarisnya dengan wajah bingung. "Ibunya Pak Direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit." Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit dan saat menemukannya, ibu sudah meninggal. Aku memandang jasad ibu yang terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati : "Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa dengan ku. Jika memandangku ia selalu memandang dengan penuh kebencian.

Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu ibu berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, ibu juga berlari makin cepat dan tidak menyadari seuah bus yang datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu,, jika kami tidak bertengkar, jika......... ah, dimatanya akulah penyeab kematian ibu.

Suamiku pindah ke kamar ibu, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku merasa bersalah dan merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak akan pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walapun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat. Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah cafe. Melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yang telah terjadi. Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apa-apa karena aku juga tidak tahu harus berbuat apa. Sang gadis melihat kearahku dan ke arah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan cerminan sinar mata yang tak kalah tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat keras. Setiap detak suara seperti suara menuju kematian.

Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka. Jika tidak...mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan mereka. Malam itu dia tidak pulang ke rumah, seakan menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal ibu, rajutan cinta kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon walaupun kadang terbersit suatu keinginan untuk menjelaskan hal ini. Tetapi itu tidak pernah terjadi...... semua berlalu begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri. Pergi check kandungan sendiri. Setiap kali melihat sepasang suami isteri sedang check kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yang sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada ibu bahwa aku tidak bersalah.

Suatu hari sepulang kerja, aku melihat dia duduk didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar kertas diatas meja. Tidak perlu tanya aku juga sudah tahu surat apa itu. 2 bulan hidup sendiri aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya : "Tunggu sebentar, aku akan segera menandatanginya". Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku harus terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.

Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yang agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku menandatangani surat itu dan menyodorkan kepadanya . "Kamu hamil?" Semenjak ibu meninggal, itulah pertamakalinya dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa membendung air mataku yang mengalir keluar dengan derasnya. Aku menjawab: "Iya, tetapi tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi." Dia tidak pergi, dalam cerminan keremangan ruangan, kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku. Air matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi dilubuk hatiku, semuanya sudah berlalu. Banyak hal yang sudah berlalu dan tidak bisa diambil kembali. Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata "Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan pernah aku lupakan. Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yang menganga. Semua ini adalah sebuah akibat kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan cerminan es, tidak pernah sama sekali menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya. Tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menandatangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu. Harapanku telah lenyap tak berbekas.

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu. Dia terpaksa kembali ke kamar ibu. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar ibu tetapi aku tidak perduli. Itu adalah permainannya dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa dia sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa....... itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yang aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu memberi barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai barangnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri didalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya, pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam dimusim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yang sangat keras. Dia segera berlari masuk ke kamar, sepertinya tidak pernah tidur. Saat inilah yang ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia menggenggam erat tanganku, menghapus keringat dingin yang mengalir didahi ku. Sampai rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yang kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yang mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia ?

Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang. Saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum kepadanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anak ku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memegangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya. 

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya. Aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya. Tetepi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah keajaiban. Aku tanya kapankah kanker ini terdeteksi? 5 bulan yang lalu, kata dokter. Bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang kerumah dan ke kamar ibu lalu menyalakan komputer.

Ternyata selama ini suara orang mengerang itu apa adanya. Aku masih berpikir dia sedang bersandiwara. Sebuah surat yang sangat panjang ada di dalam komputer yang ditujukan kepada anak kami.
"Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itulah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan. Sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersama kamu tetapi ayah tidak punya kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasihat terhadap segala kemungkinan hidup yang akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah." "Anakku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama bertahun-tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yang paling menyayangimu dan adalah orang yang paling ayah cintai."

Mulai dari kejadian yang mungkin akan terjadi sejak TK, SD, SMP, SMA, sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap didalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. "Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yang paling bahagia yang aku rasakan didalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku yang tidak pernah memberi tahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti engkau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk memberikannya kepada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian hadiahnya."

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja dan lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya. Dengan susah payah dia membuka matanya dan tersenyum..... anak itu tetap dalam dekapan nya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret beberapa kali momen ini dengan kamera di tangan sambil berurai air mata...